Menjaga Amanah

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(QS. Al-Anfaal: 27)

Kehancuran suatu bangsa ialah ketika bangsa itu telah mengkhianati amanah yang Allah berikan kepada mereka. Kami tidak sedang membahas mengenai amanah yang diberikan kepada pemerintah, tetapi kami sedang membahas amanah yang diberikan kepada para orangtua.

Banyak orangtua di negeri ini yang begitu marah kepada pemerintah yang tidak amanah. Padahal para orangtua di negeri ini, tidak kalah pengkhianatan mereka kepada Allah.

Anak adalah amanah dari Allah bagi setiap orangtua. Tetapi adakah anak dijaga dengan baik sesuai yang Allah perintahkan? Kita bisa melihat, di zaman ini, para orangtua telah menganggap remeh persoalan shalat. Mereka tidak menganggap besar jika anak-anak mereka meninggalkan shalat. Mereka baru menganggap besar jika anak-anak mereka tidak naik kelas karena malas belajar. Mereka marah sejadi-jadinya. Inilah salah satu ciri materialisme, memandang dunia sebagai yang realistis, dan memandang akhirat sebagai takhyul, tidak realistis, hanya dongeng orang-orang zaman dahulu. (Lihat QS. Al-An’am: 25 dan Al-Jatsiyah: 24)

Ketika anak-anak mereka meninggalkan shalat, mereka diam seribu bahasa. Mereka berkata, “Urusan shalat itu adalah urusan antara seseorang dengan Tuhannya.” Itu adalah keliru. Urusan shalat dan ibadah wajib lainnya merupakan persoalan seseorang, orangtuanya, dan orang di sekitarnya dengan Allah. Sebab, Islam bukanlah agama individualis. Islam adalah agama yang mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar. Nabi sendiri yang telah bersabda, “Jika kamu melihat kemunkaran, maka cegahlah dengan tanganmu (wewenangmu), jika kamu tidak sanggup, cegahlah dengan lisanmu, jika kamu tidak sanggup, cegahlah dengan hatimu, itulah selemah-lemah iman.”

Lalu bagaimana mereka bisa lepas tanggung jawab dari hal ini? Padahal amar ma’ruf nahi munkar terhadap keluarga juga ditekankan oleh Allah dalam QS. At-Tahrim: 6 yang berarti, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Dulu ada seorang muslimah pergi ke pasar orang Yahudi Qoinuqo. Ia duduk di depan salah seorang Yahudi pengrajin perhiasan. Mereka merayunya agar membuka cadarnya yang dipakainya, namun ia menolak. Lalu si pengrajin mengambil ujung baju si wanita dan mengikatnya ke punggung si wanita tadi. Ketika ia berdiri, terbukalah auratnya. Dan mereka mentertawakannya. Sang wanita pun berteriak minta tolong. Mendengar teriakan ini, seorang laki-laki muslim menerjang si pengrajin dan membunuhnya. Melihat hal itu, orang-orang Yahudi mengerumuni laki-laki itu dan membunuhnya. Mendengar berita kematian laki-laki muslim itu, keluarganya yang muslim meminta pertanggungjawaban orang-orang Yahudi tersebut. Maka Rasulullah datang dan mengepung mereka selama 15 malam. Akhirnya atas perintah beliau, mereka meninggalkan Madinah.

Tetapi lihat di zaman ini, ketika Yahudi, secara langsung mau pun secara tidak langsung, menyingkap aurat para muslimah, orangtua mereka tidak bertindak seperti layaknya seorang muslim yang memiliki rasa izzah (kehormatan). Bahkan tidak jarang mereka justeru menjadi ‘tangan’ Yahudi untuk menyingkap aurat puteri-puteri mereka sendiri di muka umum.

Tidakkah mereka memiliki rasa izzah? Apakah mereka diam saja ketika Yahudi menghinakan anak-anak mereka? Tidakkah mereka memiliki keberanian untuk menegur anak-anak mereka? Betapa pengecutnya! Laki-laki muslim tadi telah begitu berani mengorbankan jiwanya. Tetapi orangtua di zaman ini tidak berani untuk menegur anak-anak mereka hanya karena takut dibilang kolot, kuno, dsb. Betapa memalukannya! Dimanakah jiwa Muhammad? Dimanakah jiwa yang penuh dengan keberanian? Semua itu telah sirna dari raga ummat Islam. Jiwa Muhammad telah sirna dari diri ummat Islam.

Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (wahai Nabi) berada pada mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun. (QS. Al-Anfal: 33)

Apakah Muhammad Rasulullah saaw masih berada pada diri-diri kita? Masihkah kita memohon ampun kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya? Jika tidak, lalu dengan alasan apa Allah menahan azab-Nya?

Ada seorang ayah melihat anaknya yang sedang memegang segelas racun. Kemudian orangtua itu hanya berkata, ‘Nak, jangan kau minum racun itu,’ tanpa menyingkirkan racun itu. Kemudian si anak meletakkan bibir gelas pada bibirnya. Lalu sang ayah kembali hanya berkata, ‘Ya Allah! Nak, kenapa kau taruh racun itu di bibirmu? Jangan nak, itu berbahaya!’ Lagi-lagi tanpa tindakan kongkrit. Maka si anak mulai meneguk satu teguk. Sang ayah berkata, ‘Masya Allah, kenapa kau minum? Nanti kau bisa mati!’ Maka si anak meneguk lagi, dan lagi, dan lagi. Hingga akhirnya si anak menemui kebinasaannya.

Begitulah sikap orangtua di zaman ini. Hanya berani berucap tanpa tindakan kongkrit. Akhirnya anak-anak mereka binasa dalam narkoba, perzinaan, perkelahian, saling bunuh, dan berbagai kebinasaan. Padahal para orangtua itu bisa menyingkirkan racun-racun itu dari putera-puteri mereka dan dari rumah mereka. Tetapi lihatlah! Mereka justeru membiarkan racun-racun itu tetap berada di rumah mereka hingga anak-anak mereka dapat meminumnya.

Jika para orangtua masih tidak berani bertindak ketika anak-anak mereka meninggalkan shalat. Ketika puteri-puteri mereka membuka aurat. Ketika putera-puteri mereka mentattoo tubuh mereka dalam rangka meniru orang-orang yang tersesat. Maka masih layakkah ummat ini dimenangkan oleh Allah? Masih layakkah ummat ini disebut khoiru ummah (ummat terbaik)?

Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. Ali Imran: 110)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *